Perempuan mana yang tak bersyukur bila menemukan pendamping hidup yang
perhatian nan setia. Tapi bagaimana mengetahui seberapa besar kadar
kesetiaannya kepada Anda? Sebuah penelitian di Jerman menguji kadar
kesetiaan itu dengan bantuan hormon oksitosin.
Peneliti meminta 57 laki-laki mengendus oksitosin, dan 29 diberi plasebo. Kemudian peneliti memperkenalkan mereka dengan seorang wanita bersifat 'atraktif'. Semula, posisi wanita berada di jarak yang ideal dengan para Kaum Adam. Lalu, wanita itu berpindah ke tempat yang 'sedikit tidak nyaman'.
Pria dalam hubungan monogami menjaga jarak, terlepas dari apakah mereka melakukan kontak mata dengan perempuan itu atau tidak. Bisa jadi itu pertanda ia setia pada pasangannya dan tak mau membiarkan perempuan lain memasuki hidupnya. Namun hormon tidak berpengaruh pada laki-laki yang lajang.
"Karena oksitosin dikenal untuk meningkatkan kepercayaan pada orang, kita mengharapkan orang di bawah pengaruh hormon itu sedekat mungkin dengan wanita atraktif dan mempelajari pengaruhnya," kata ketua tim peneliti, Dr Rene Hurlemann dari Universitas Bonn.
Penelitian sebelumnya pada tikus padang rumput membuktikan hormon itu menjadi kunci utama kecenderungan monogami mereka. "Di sini, kami menyediakan bukti pertama bahwa oksitosin dapat memiliki peran yang sama untuk manusia," kata Hurlemann.
Studi terdahulu telah menemukan bahwa oksitosin dalam otak manusia meningkatkan kepercayaan, perilaku ramah, ikatan antara orang tua dan anak-anak, dan bahkan membantu pasangan yang gemar bertengkar mengurangi tensi pertengkaran.
Berpelukan, berciuman, dan orgasme menghasilkan oksitosin dalam tubuh. Kadang-kadang, sedikit sentuhan atau kehadiran fisik sudah cukup memicu munculnya hormon tersebut. Pada wanita, oksitosin juga dilepaskan saat melahirkan dan menyusui.
Para peneliti mengatakan tidak jelas seberapa sering hormon ini bisa atau harus diberikan. Studi lanjutan, katanya, diperlukan untuk menentukan dengan tepat bagaimana oksitosin dapat mempengaruhi perilaku. Hasil riset dipublikasikan di jurnal Neuroscience.
Sumber
Peneliti meminta 57 laki-laki mengendus oksitosin, dan 29 diberi plasebo. Kemudian peneliti memperkenalkan mereka dengan seorang wanita bersifat 'atraktif'. Semula, posisi wanita berada di jarak yang ideal dengan para Kaum Adam. Lalu, wanita itu berpindah ke tempat yang 'sedikit tidak nyaman'.
Pria dalam hubungan monogami menjaga jarak, terlepas dari apakah mereka melakukan kontak mata dengan perempuan itu atau tidak. Bisa jadi itu pertanda ia setia pada pasangannya dan tak mau membiarkan perempuan lain memasuki hidupnya. Namun hormon tidak berpengaruh pada laki-laki yang lajang.
"Karena oksitosin dikenal untuk meningkatkan kepercayaan pada orang, kita mengharapkan orang di bawah pengaruh hormon itu sedekat mungkin dengan wanita atraktif dan mempelajari pengaruhnya," kata ketua tim peneliti, Dr Rene Hurlemann dari Universitas Bonn.
Penelitian sebelumnya pada tikus padang rumput membuktikan hormon itu menjadi kunci utama kecenderungan monogami mereka. "Di sini, kami menyediakan bukti pertama bahwa oksitosin dapat memiliki peran yang sama untuk manusia," kata Hurlemann.
Studi terdahulu telah menemukan bahwa oksitosin dalam otak manusia meningkatkan kepercayaan, perilaku ramah, ikatan antara orang tua dan anak-anak, dan bahkan membantu pasangan yang gemar bertengkar mengurangi tensi pertengkaran.
Berpelukan, berciuman, dan orgasme menghasilkan oksitosin dalam tubuh. Kadang-kadang, sedikit sentuhan atau kehadiran fisik sudah cukup memicu munculnya hormon tersebut. Pada wanita, oksitosin juga dilepaskan saat melahirkan dan menyusui.
Para peneliti mengatakan tidak jelas seberapa sering hormon ini bisa atau harus diberikan. Studi lanjutan, katanya, diperlukan untuk menentukan dengan tepat bagaimana oksitosin dapat mempengaruhi perilaku. Hasil riset dipublikasikan di jurnal Neuroscience.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar