Sabtu, 07 Juli 2012

Riset Al Quran & Arkeologi: KEBENARAN ADANYA BANJIR NABI NUH AS

Bukanlah suatu hal yang kebetulan bila masa sekarang ini kita sedang mengungkap jejak-jejak dari mayoritas komunitas manusia yang oleh al-Qur'an dikatakan telah dibinasakan. Bukti-bukti arkeologis menyajikan fakta, bahwa semakin mendadak kehancuran sebuah komunitas terjadi, semakin memungkinkan bagi kita untuk melacak jejak-jejaknya.

Dalam kasus apabila sebuah peradaban hancur secara tiba-tiba, yang ini bisa saja terjadi karena bencana alam, perpindahan tempat (migrasi) yang mendadak, atau karena perang, jejak-jejak peradaban sering bisa lebih terpelihara. Rumah-rumah yang mereka huni, peralatan-peralatan yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, tidak lama kemudian akan terkubur di bawah bumi. Jadi, jejak-jejak peninggalan mereka itu bisa terpelihara dalam waktu yang lama dan tidak tersentuh oleh manusia, dan itu semua merupakan bukti yang penting tentang sejarah masa lampau bila diungkapkan pada saat sekarang.



Inilah masalah besar sehubungan dengan bukti tentang Banjir masa Nabi Nuh yang telah diungkap pada saat ini. Walaupun peristiwa penghancuran kaum Bani Nuh itu telah terjadi sekitar millenium ketiga sebelum Masehi (SM), banjir itu telah mengakhiri seluruh peradaban untuk jangka waktu tertentu, dan kemudian, menyebabkan lahirnya lagi sebuah peradaban yang baru di daerah tersebut. Jadi, bukti-bukti yang muncul tentang banjir ini telah terpelihara selama ribuan tahun agar kita bisa mengambil pelajaran darinya.

Usaha-usaha penggalian telah dilakukan dalam rangka menginvestigasi peristiwa banjir yang telah menenggelamkan daratan-daratan di wilayah Mesopotamia. Dalam penggalian-penggalian yang dilakukan di wilayah tersebut, di empat kota utama ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa telah terjadi sebuah banjir yang besar. Kota-kota tersebut adalah kota-kota penting di Mesopotamia; Ur, Erech, Kish, dan Shuruppak.

Penggalian-penggalian yang dilakukan di kota-kota ini telah mengungkap bahwa semua dari empat kota ini telah dilanda sebuah banjir pada sekitar millenium ketiga Sebelum Masehi.

Pertama, mari kita lihat penggalian-penggalian yang dilakukan di Kota Ur.

Sisa-sisa tertua dari sebuah peradaban yang tersingkap dari penggalian di kota Ur, yang telah diganti namanya menjadi "Tell al Muqayyar" pada masa sekarang ini, menunjuk pada suatu masa 7000 tahun SM. Sebagai sebuah situs yang pernah menjadi lokasi bagi peradaban-peradaban tertua, kota Ur telah menjadi sebuah wilayah hunian di mana berbagai kebudayaan tampil silih berganti.

Temuan arkeologis dari kota Ur memperlihatkan bahwa di sinilah peradaban telah pernah terputus setelah terjadinya sebuah banjir dahsyat, dan kemudian, peradaban-peradaban baru tampil. R.H. Hall dari British Museum melakukan penggalian yang pertama di tempat ini. Leonard Woolley yang melakukan penggalian meneruskan setelah Hall, yang juga menjadi supervisor (pengawas/pembimbing) penggalian yang secara kolektif diorganisir oleh the British Museum dan University of Pensilvania. Penggalian-penggalian yang dilakukan oleh Woolley, yang telah memberikan pengaruh besar di seluruh dunia, berlangsung dari 1922 sampai 1934.

Penggalian yang dilakukan Sir Woolley mengambil lokasi di tengah-tengah padang pasir antara Baghdad dan Teluk Persi. Pendiri pertama kota Ur adalah orang-orang yang datang dari Mesopotamia Utara dan mereka menyebut diri mereka dengan "Ubaidian". Pada awalnya, penggalian itu dilakukan untuk menghimpun informasi berkenaan dengan orang-orang tersebut. Penggalian yang dilakukan Woolley digambarkan oleh seorang arkeolog Jerman, Werner Keller, sebagai berikut:

SELENGKAPNYA BACA DI : http://zilzaal.blogspot.com/2012/07/riset-al-quran-arkeologi-kebenaran.html

0 komentar:

Posting Komentar